1 Jun 2008

PERAN UNICEF DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR MELALUI

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 secara tegas sudah menyatakan bahwa setiap penyelenggaraan sistem pendidikan harus menggunakan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Hal ini menunjukkan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah merupakan strategi yang harus digunakan oleh semua sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
UNICEF bekerja sama dengan UNESCO dan Depdiknas dalam hal ini Direktorat Pembinaan TK SD telah mengembangkan model Program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang oleh UNICEF-UNESCO diberi nama “Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak - Creating Learning Community for Children (CLCC)”. Program rintisan ini telah dimulai sejak tahun 1999 sesaat setelah terjadinya krisis ekonomi dan masa transisi dari sentralisasi ke desentralisasi.
Pengembangan program ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui pengembangan model untuk memberdayakan sekolah dasar melalui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM), dan Peran Serta Masyarakat (PSM) dalam lingkungan sekolah yang ramah anak (child-friendly school) dalam rangka desentralisasi pendidikan. Secara khusus program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan personil pendidikan, anggota komite sekolah & tokoh masyarakat dalam hal Manejemen Berbasis Sekolah (MBS), Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM), dan meningkatkan peranserta masyarakat (PSM dalam urusan pendidikan untuk meningkatkan kinerja sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas sekolah dasar. Kegiatan ini berlandaskan asumsi bahwa sekolah akan meningkat mutunya jika kepala sekolah, guru, dan masyarakat termasuk orang tua siswa diberikan kewenangan yang cukup besar untuk mengelola urusannya sendiri, termasuk perencanaan dan pengelolaan keuangan sekolah, proses belajar mengajar menjadi aktif dan menarik, para pendidiknya lebih ditingkatkan kemampuannya dan masyarakat sekitar sekolah ikut aktif dalam urusan persekolahan secara umum.
Program kerja sama ini sampai sekarang telah berkembang di 12 propinsi di lebih dari 52 kabupaten/ kota dengan jumlah sekolah rintisan sekitar 4.000 dengan dukungan dari berbagai lembaga donor dan APBD. Daerah rintisan MBS tersebut ada di Propinsi Banten, Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara, dan Aceh. Program ini telah mendapat dukungan dana dari beberapa lembaga donor seperti New Zealand Aid, AusAID, UK Natcom, US Natcom, Belgian National Committe, BFI Finance, CFK (Chef for Kids), Bank Niaga, Citibank, Exon Mobile, Inco. Pemerintah daerah melaui dana APBD juga telah meyediakan alokasi khusus untuk pengembangan program ini di masyoritas propinsi dan kabupaten/kota daerah rintisan program MBS.

Strategi yang digunakan dalam pengembangan prigram MBS ini adalah:

1. Program dilaksanakan melalui sistem yang telah ada untuk menjamin keberlangsungannya (misalnya sistem gugus, KKG, KKKS, KKPS);
2. Dilakukan pemberdayaan terhadap personil sekolah dan administrator pendidikan di kab./kec. Melalui pelatihan MBS, PAKEM, dan PSM;
3. Dilakukan pemberdayaan terhadap anggota komite sekolah dan tokoh masyarakat dalam aspek MBS, PAKEM dan PSM agar lebih memahami dan menghargai pendidikan disekolah untuk meningkatkan dukungan dan peran serta;
4. Pelatihan dan bantuan teknis secara berkala untuk personil sekolah melalui : KKG, pertemuan gugus/ sekolah, pendampingan pembelajaran, dll.
5. Supervisi dan monitoring secara berkala oleh pengawas dan anggota satgas;
6. Block grants untuk sekolah rintisan guna mendukung KBM dan latihan penyusunan anggaran dan rencana pengembangan sekolah

Tidak ada komentar: